Private Viewing ‘Cinta Pertama’: Sisi feminin tenun batak pada koleksi HauUnte

Private Viewing ‘Cinta Pertama’: Sisi feminin tenun batak pada koleksi HauUnte

Pada 6 Desember 2022 yang lalu, Tobatenun berkesempatan meluncurkan koleksi tenun terbarunya berjudul Hau’Unte pada acara Cinta Pertama. Pada kesempatan kali ini, Tobatenun bersama Ibu Devi Pandjaitan sebagai host, bekerja sama dengan BNI Emerald, serta berkolaborasi dengan Wardah, Merras dan MannaQueen. 

HauUnte sendiri berasal dari bahasa batak yang berarti “pohon jeruk”. Koleksi ini terinspirasi dari nostalgia masa muda terutama rasa berbunga ketika berpacaran pertama kali yang kemudian dituangkan dalam bentuk motif floral dan warna pastel yang menjadi karakteristik utama koleksi Hau Unte.

Dalam acara ini juga ditampilkan kolaborasi Tobatenun dengan MannaQueen melalui koleksi perhiasan “Tutup Dalam Doa”, terinspirasi dari 'Sirat & Pilin' pada tenun Batak sebagai bagian pengunci dari tenun yang diartikan sebagai "Amin" atau penutup doa yang tersalurkan lewat benang yang ditenun. Acara ini juga didukung dan dimeriahkan dengan partisipasi beberapa istri menteri diantaranya adalah Ibu Sri Bahlil, Ibu Eny Retno Yaqut, Ibu Lilia Dohong, dan ibu Nina Suhaslil yang terlihat sangat cantik pada saat membawakan koleksi terbaru tenun HauUnte yang dipadu padankan dengan kebaya-kebaya koleksi dari Merras.

Jenis tenun yang diangkat di koleksi HauUnte adalah tenun revitalisasi dan selendang kreasi. Untuk tenun revitalisasi, sebagian tenun yang diproduksi merupakan jenis kain batak yang banyak digemari oleh masyarakat batak seperti tenun Tumtuman, Sadum, Mangiring, dan Bintang Maratur. Dan sebagian merupakan jenis kain yang sudah jarang diproduksi seperti Namarhapisoran, Sibolang Muara, dan Sadum Kreasi. Untuk pembuatan selendang kreasi terinspirasi dari motif uis nipes dari daerah Karo yang telah dikreasikan sekreatif mungkin oleh para mitra penenun di Samosir.

Melalui koleksi tenun Hau Unte, Tobatenun ingin memperlihatkan sisi feminin dalam budaya Batak yang umumnya terlihat maskulin dan kaku. Disertai dengan harapan dan doa agar pelestarian budaya dapat berjalan bersamaan dengan pemberdayaan masyarakat adat sehingga budaya membedakan perlakuan terhadap kaum marginal, seperti perempuan, dapat ditinggalkan. 

Koleksi HauUnte dapat ditemukan di Plaza Indonesia dan Studio Tobatenun.

Previous Article Next Article
Keep in touch with the latest update
Get special discount for new subscribers